Redaksi
Fenomena Quarter Life Crisis, Fase Kehidupan Bukan Gangguan Mental
By 15 June 2022
|Quarter life crisis menjadi salah satu fenomena yang populer di kalangan muda sekarang ini. Namun, faktanya Quarter life crisis tidak pernah ada dalam ilmu klinis. Lalu, sebenarnya apa itu quarter life crisis? Yuk, kita bahas, bestie!
Melansir dari alodokter.com, quarter life crisis atau krisis seperempat abad adalah suatu masa di mana seseorang mengalami krisis emosional karena dipengaruhi faktor-faktor tertentu, seperti karier, percintaan, relasi hingga kehidupan sosial. Fase ini biasanya dihadapi pada rentang usia 18 sampai 30 tahun.
Istilah quarter life crisis pertama kali dikemukakan oleh jurnalis Alexander Robbins dan Abby Wilner pada 2001 melalui bukunya Quarter Life Crisis: The Unique Challenge in Your Twenties. Dalam buku tersebut, mereka memberi julukan kepada remaja sebagai twentysomethings, artinya remaja yang baru meninggalkan kenyamanan hidup dan mulai memasuki dunia nyata. Melalui penelitian yang dikemas dalam buku tersebut, mereka melihat bahwa gejala awal seseorang mengalami quarter life crisis adalah merasa terisolasi, cemas, tertekan hingga seringkali merasa overthinking.
Namun, ternyata istilah quarter life crisis ini tidak termasuk dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM). Dikutip dari id.reovorme.com, DSM merupakan panduan yang dipakai oleh dokter dan psikiater untuk mendiagnosis penyakit kejiwaan. Oleh sebab itu, quarter life crisis tidak tergolong sebagai gangguan mental.
“Dari terminologinya ya, setahu saya maupun di psikologis ataupun di psikiatri itu sebenarnya memang tidak ada. Jadi, secara klinis tidak ada istilah itu (quarter life crisis).” ujar dr. Mahaputra, Sp,KJ dalam video podcast Kisah Anak Bujang.
”Quarter life crisis bisa dibilang memang ada (di kehidupan anak muda) cuma kita (ilmu psikologis dan psikiatri) gak pakai istilah itu (quarter life crisis) aja. Ketika anak-anak (remaja) dari (jenjang) akademik pindah ke (jenjang) pekerjaan, option-nya jadi banyak sekali berbeda dengan zaman dulu sehingga bikin bingung.” lanjutnya.
Meskipun quarter life crisis tidak tergolong sebagai gangguan mental, gejala yang ditimbulkan dikhawatirkan akan mengganggu individu yang mengalaminya. Apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan gangguan mental serius, seperti depresi yang berpotensi mencelakai diri sendiri.
Oleh karena itu, salah satu cara menghadapinya adalah dengan mengenali value diri yang sesuai dengan pribadi terlebih dahulu. Dengan demikian, individu dapat meningkatkan kapasitas diri sehingga dapat melalui fase quarter life crisis dengan baik.
“Prinsipnya adalah kita harus paham value diri mana yang bener-bener terasa itu kita banget, itu yang harus kita pegang kuat. Biasanya bisa kita lihat dari hobi yang membuat seseorang itu jadi ada rasa memiliki kapasitas” ucap dr. Mahaputra, Sp,KJ.
More News
CCP
Ternyata, Subway Pernah Hadir di Indonesia pada Tahun 1990-an Loh!
News
Sejarah pandemi sebelum Covid-19
Redaksi