News

Pulang Kampus Langsung Begadang? Antisipasi Revenge Bedtime Procrastination!

By Victoria N. Gunawan dan Angelina Senjaya | 24 April 2024

Di era Generasi Z sekarang ini, tak jarang kita mendengar keluhan mahasiswa yang mengalami gejolak emosi akibat kesibukan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan seperti mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, mengikuti berbagai macam kegiatan kepanitiaan atau organisasi, dan kesibukan di dunia kerja. Belum lagi harus menghadapi permasalahan keluarga dan percintaan. Semua masalah tersebut membuat kita lelah dan menunda waktu tidurnya untuk melakukan kegiatan yang disenangi agar bisa punya waktu untuk diri sendiri atau biasa dikenal dengan istilah me time. Namun, apakah tindakan itu hanya sekadar begadang?


Kecenderungan seseorang untuk menunda waktu tidurnya disebabkan padatnya kegiatan dalam satu hari berujung pada tindakan balas dendam agar bisa memperoleh waktu me-time. Sadar atau tidak, ini merupakan ciri-ciri dari Revenge Bedtime Procrastination. Menurut Tracy Otsuka, seorang penulis buku ADHD for Smartass Women dan pelatih bagi penderita ADHD, Revenge Bedtime Procrastination merupakan tindakan seseorang menunda waktu tidurnya sebagai bentuk balas dendam karena telah menghabiskan keseharian waktunya untuk bekerja. Sindrom ini sering terjadi di kalangan mahasiswa, terutama mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi atau bekerja. Balas dendam yang terjadi dalam sindrom ini tidak melibatkan orang lain, tetapi dirinya sendiri karena tidak memiliki waktu untuk diri sendiri sehingga satu-satunya waktu yang dimiliki dari orang tersebut hanya pada saat jam tidur dan akhirnya memutuskan untuk menunda waktu tidurnya. Tentunya, menunda waktu tidur ini bukan dengan tujuan untuk self-harm, melainkan sebagai perwujudan healing pribadinya. 


Fenomena ini umumnya dialami oleh kalangan mahasiswa dengan tingkat stres yang tinggi dan jadwal kegiatan yang terlalu padat serta panjang. Dengan kesibukan yang semakin padat, mahasiswa membutuhkan refreshing tetapi tidak punya banyak waktu sehingga sengaja mengorbankan waktu tidurnya agar bisa punya waktu untuk refreshing. Perasaan ‘balas dendam’ untuk bisa mendapatkan me time akan muncul secara terus-menerus apabila seseorang merasa frustasi karena berbagai pekerjaan dan tanggung jawab yang dilakukan selama satu hari penuh. Menurut Sabrina Romanoff, Psy.D. (Psikologis Klinis di Rumah Sakit Lenox Hill di New York City), orang-orang lebih cenderung melakukan penundaan waktu tidur sebagai balas dendam jika mereka menganggap diri mereka memiliki sedikit peraturan atas waktu senggang mereka. Jika dilihat dari kacamata psikologi, kebiasaan ini merupakan masalah yang diakibatkan karena orang memiliki sedikit self-control. Menurut Baumeister (2002), keputusan untuk tidur dibuat di penghujung hari ketika self-control biasanya lemah. Orang-orang yang melakukan revenge sleep syndrome disebut memiliki intention-behavior gap, karena ia tahu bahwa ia harus tidur, tetapi memilih untuk melakukan revenge bedtime procrastination atau melakukan kebiasaan Revenge Sleep Syndrome padahal telah mengetahui bahwa tindakan tersebut akan berdampak negatif untuk dirinya. 


Dilansir dari alodokter.com, Revenge Sleep Syndrome bermula dari kebiasaan membuka media sosial ataupun bermain gadget sebelum tidur. Berawal dari 10-15 menit, lama-kelamaan menjadi berjam-jam bahkan bisa membuat seseorang terjaga semalaman karena terlalu asyik menatap layar ponsel. Dilansir dari National Sleep Foundation, penggunaan perangkat elektronik di tempat tidur terdiri dari 57% pada televisi, 90% pada pemutar musik, 43% pada komputer dan 64% pada telepon. Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Christina Calamaro (Peneliti Pola Tidur Remaja dari Nemours Alfred I. duPont Hospital for Children, Wilmington, Delaware), Sir Peter J. Ratcliffe (Direktur Penelitian Klinis di Francis Crick Institute, London) dan Mason mengungkapkan bahwa kebanyakan remaja berbincang-bincang, menelepon, bermain game komputer ataupun bermain gadget setelah jam 9 malam. Penelitian Van den Bulck juga mengungkapkan bahwa 62% remaja menggunakan ponsel di tempat tidur dengan lampu mati yang mengakibatkan kelelahan di keesokan harinya (Magalhã et al., 2020). Hal ini sudah jelas sangat berdampak terhadap  kegiatan sehari-hari khususnya bagi mahasiswa. Jadwal yang semakin padat tidak didukung oleh stamina dan energi yang dibutuhkan untuk menjalani jadwal tersebut dikarenakan jam tidur yang semakin hari semakin berkurang.


Salah satu pertanyaan yang muncul adalah, jika Revenge Sleep Syndrome merupakan satu-satu cara untuk mendapatkan waktu me-time, apakah itu cara yang bijaksana untuk dilakukan? Journal of Clinical Sleep Medicine (2021) menjelaskan bahwa tidur yang cukup merupakan esensi yang penting dalam menjaga kesehatan. Tentunya kesehatan ini dapat diperhatikan dari beberapa aspek seperti aspek fisik maupun psikologi. Berdasarkan The Centers for Disease Control and Prevention, standar minimum orang dewasa untuk bisa memenuhi kecukupan tidurnya sekitar 7 jam atau bahkan lebih dari itu. Bayangkan Anda selesai mengurus urusan pribadi seperti part-time, organisasi, tugas kuliah, kemudian Anda memutuskan untuk begadang hingga jam 2 subuh untuk menghabiskan waktu me time dari jam 10, kemudian keesokan harinya memiliki jadwal kuliah pada jam 8 pagi. Berapa banyak waktu tidur yang Anda punya? Anda hanya memiliki waktu 4 jam untuk tidur karena jam 6 Anda harus menyiapkan diri dari bangun pagi, mandi, sikat gigi, dan mempertimbangkan macetnya jalanan, Anda harus pergi ke kampus lebih pagi.


Menunda waktu tidur dapat dianalogikan seperti pencabutan hak manusia untuk makan. Tidur yang cukup pun sama pentingnya agar manusia dapat beraktivitas dengan baik. Kekurangan tidur dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan fisik seperti meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, diabetes, dan obesitas. Selain itu, kesehatan fisik, kurang tidur juga dapat mengganggu pekerjaan dan aktivitas kita karena dapat menyebabkan kelelahan, mudah mengantuk sepanjang hari, sulit fokus, dan sulit mengambil keputusan. Tak hanya kesehatan fisik, kurang tidur juga bisa mengganggu kesehatan emosional, seperti terjadinya mood swing, hilangnya semangat dalam beraktivitas, dan bisa menyebabkan depresi.


Salah satu faktor yang paling banyak mengganggu pekerjaan atau aktivitas adalah emosi yang cenderung tidak stabil atau bisa disebut mood swing. Mood swing sendiri memiliki arti yaitu perubahan suasana hati yang terjadi secara cepat dan intens. Menurut Santrock (2007), remaja memiliki sifat mudah marah dan emosinya yang meledak-ledak. Kurang lebih 20% dari kebanyakan mahasiswa mengalami kesulitan dalam proses belajarnya yang disebabkan ketidakmampuan mereka mengontrol emosi yang mereka miliki. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus, akan menyebabkan para mahasiswa kurang bisa menempatkan emosinya dalam situasi yang tepat atau disebut dengan Borderline Personality Disorder (BPD). Risiko yang ditimbulkan jelas berdampak kepada pekerjaan atau aktivitas sehari-hari yang cenderung terbengkalai atau tertunda karena sulit menempatkan dan mengendalikan emosi dengan tepat.


Semua orang pasti membutuhkan me time, tetapi apakah betul bahwa dengan melakukan revenge bedtime procrastination termasuk dalam bentuk self-love? Menurut Campbell (2002), salah satu syarat untuk mencintai diri sendiri adalah perasaan bahagia dengan diri sendiri. Namun, ada sebagian orang yang keliru dalam memaknai kata ‘bahagia’  tersebut. Misalnya, Anda membutuhkan waktu bagi diri Anda sendiri untuk bersantai ataupun beristirahat sehingga memutuskan untuk menunda pekerjaan agar memiliki lebih banyak waktu untuk Anda sendiri. Pola pikir seperti ini keliru karena dapat merugikan diri sendiri yang mengakibatkan Anda menunda waktu tidur sebagai bentuk balas dendam. Menurut Sirois et al. (2019), tidur yang nyenyak, minim stress, dan pola hidup sehat berkaitan dengan mencintai diri sendiri. Oleh karena itu, Revenge Sleep Syndrome yang berkepanjangan dan berkelanjutan merupakan cara mencintai diri sendiri yang keliru atau tidak tepat.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada tahun 2023, Anda bisa melakukan terapi cinta diri atau self-love therapy untuk mengurangi kebiasaan Revenge Sleep Syndrome tersebut. Dalam terapi ini ada beberapa sesi kegiatan yang harus dilakukan, seperti menulis hal-hal apa saja yang dilakukan saat balas dendam dengan menunda waktu tidur dan bersantai. Terapi mencintai diri sendiri ini mengajarkan bagaimana untuk benar-benar ‘mencintai diri sendiri’ dan mengajarkan bagaimana me time yang tidak merugikan diri sendiri. 


Dengan ini, seseorang tidak lagi membuat alasan untuk mencintai diri sendiri dan melakukan me-time dengan menunda waktu tidur. Terapi ini juga bertujuan untuk membantu Anda menyadari esensi dari mencintai diri sendiri agar berhenti menyalahgunakan waktu tidur sebagai waktu pribadi. Seperti yang dikatakan oleh Khoshaba (2012), pentingnya untuk belajar mencintai diri sendiri dengan benar, yaitu lewat mendengarkan dan menerima diri sendiri, serta bertindak sesuai kebutuhan bukan keinginan. Semua kebiasaan negatif yang membahayakan kesehatan mental dapat dikurangi dengan mempraktikkan cinta diri sendiri, karena dapat meningkatkan optimisme dan menurunkan stress, terutama ketika diperhadapkan berbagai permasalahan hidup yang seakan tak ada habisnya. 


Menurut temuan penelitian, terapi cinta diri dapat mengurangi Revenge Sleep Syndrome. Penelitian ini dibuktikan oleh kondisi pasien yang memiliki rutinitas tidur tidak teratur, sering menunda waktu tidur, kesulitan untuk berhenti melakukan sesuatu ketika tiba waktunya tidur, dan melakukan berbagai aktivitas lain seperti bermain handphone tetapi di tempat tidur. Setelah selesai menjalani terapi mencintai diri sendiri, pasien tersebut jadi punya jam tidur normal yaitu antara jam 9 hingga jam 11 malam. Mereka bahkan jarang menunda waktu tidur dari waktu yang dijadwalkan. Selain itu, mereka dapat dengan cepat berhenti melakukan aktivitas jika sudah waktunya tidur dan memutuskan untuk hanya tidur jika berada di tempat tidur. Dengan demikian, terapi mencintai diri ini memiliki kemampuan untuk mengurangi tingkat Revenge Sleep Syndrome, khususnya pada mahasiswa. Hal ini sesuai dengan penelitian Maulita (2020) yang menemukan bahwa segala perilaku negatif yang dapat membahayakan kesehatan mental dapat diminimalisir dengan mempraktikkan self-love.