News
Stop Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi!
By 05 September 2022
|Sejak 2017, kasus kekerasan seksual merajalela di lingkungan mahasiswa. Komnas Perempuan melaporkan bahwa dalam 5 tahun terakhir, setidaknya sudah ada ratusan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri, maupun swasta.
Beberapa kota besar memiliki track-record mengenai kekerasan seksual yang sangat mengkhawatirkan. Menurut survei terhadap 79 kampus dari Kemendikbud Ristek pada 2020, terbukti bahwa 63% kasus kekerasan seksual tidak dilaporkan karena menjaga nama baik kampus (VOA Indonesia, 2022).
Kasus kekerasan seksual bisa saja semakin bertambah setiap tahun apabila tidak ada penanganan korban maupun sanksi terhadap pelaku kejahatan. Mahasiswa perlu melaporkan tindakan kekerasan seksual kepada pihak kampus apabila menemukan tanda-tanda kecurigaan di sekitarnya.
Korban kekerasan seksual seringkali tidak memiliki keberanian untuk bicara dan melapor karena takut. Sebagai mahasiswa, kita perlu mengetahui apa saja yang tidak boleh dilakukan kepada korban kekerasan seksual.
Berikut 3 hal yang tidak boleh dilakukan oleh mahasiswa untuk menyikapi kekerasan seksual:
Jangan merundung atau mengucilkan korban kekerasan seksual
Banyak korban yang tiba-tiba saja menjadi pendiam, tidak percaya diri, dan ingin mengasingkan diri. Tidak ada yang akan menyadari tindakan buruk seperti apa yang terlintas dalam benak korban kekerasan seksual. Maka, tidak dibenarkan untuk mahasiswa mengucilkan sesama mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual di kampus.
Dengarkan keluh kesah korban, dilarang menasihati
Tidak semua orang dapat menceritakan pengalaman buruknya. Apabila seseorang telah mempercayai kita sebagai tempat bercerita, maka dengarkan. Jangan melulu memberi nasihat karena kita akan terlihat seperti menggurui sang korban.
Jangan menghakimi pelaku kekerasan seksual
Saat terbukti pelaku melakukan tindakan kekerasan seksual di kampus, mahasiswa tidak dibenarkan untuk menghakimi pelaku. Biarkan sanksi hukum yang bekerja dan tugas kita hanya melaporkan kepada pihak kampus.
Saat mendengar cerita korban, kita tidak boleh menjelek-jelekkan pelaku. Sebagai pendengar yang baik, kita harus berlaku netral dan tidak memihak kepada siapapun. Cukup dengarkan, tidak menambahkan.
Kekerasan seksual tidak dapat dihentikan begitu saja tanpa ada tindakan apapun.
Lantas, apa saja langkah-langkah untuk menghentikan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus?
Berikut 5 hal yang dapat dilaksanakan oleh pihak universitas dan juga mahasiswa dalam memberantas tindakan kekerasan seksual:
Universitas wajib mengedukasi mahasiswa terkait kekerasan seksual untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa dalam memberantas kejahatan ini.
Mahasiswa dapat melakukan konseling dengan pihak Satgas Anti Kekerasan Seksual dan pakar psikolog yang disediakan kampus, apabila menjadi korban atau saksi tindakan kekerasan seksual.
Kampus wajib memfasilitasi korban dalam bentuk pengobatan fisik dan kejiwaan.
Pelaku kekerasan seksual di kampus harus mendapatkan sanksi tegas.
Mahasiswa, dosen, dan seluruh masyarakat yang berada di lingkungan kampus harus saling menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Walaupun begitu, tindakan kekerasan seksual bisa saja terjadi kembali sewaktu-waktu. Maka dari itu, tetap waspada dan jangan lupa untuk melaporkan kejadian tersebut untuk ditindaklanjuti oleh pihak kampus.
Selain itu, pemerintah juga ambil andil dalam memberantas kekerasan seksual dengan dikeluarkannya UU Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dalam UU tersebut, ada beberapa tindakan yang mengacu pada kekerasan seksual seperti, verbal dan nonverbal.
Meskipun demikian, beberapa pasal dalam UU tersebut sempat menuai pro-kontra dari publik. Setelah beberapa kali revisi, pada akhirnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi mengesahkan UU PKS ini.
More News
Program
Pahami 5 Tipe Bahasa Permintaan Maafmu Disini!
News
Standar Kecantikan Membuat Wanita Tidak Percaya Diri
Program